Jumat, 29 Oktober 2010

sabar wong...

Kajian Islam :
Sabar
oleh : Dr. Muhammad bin Abdul Aziz Al Khudhairy


Definisi Sabar

Secara etimologi, sabar (ash-shabr) berarti: al-habs atau al-kaff (menahan), Allah berfirman:

واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي

“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari.” (Al-Kahfi: 28)
Maksudnya: tahanlah dirimu bersama mereka.

Secara istilah, definisi sabar adalah: menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk mencari keridhaan Allah, Allah berfirman:

والذين صبروا ابتغاء وجه ربهم

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya” (Ar-Ra’d: 22).

Dalam definisi sabar ini tersirat bahwa sabar terbagi menjadi tiga macam dan motivatornya.

Ketiga macam sabar itu adalah: Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat terhadap Allah dan sabar dalam menerima taqdir yang menyakitkan.

Merujuk kepada definisi sabar secara istilah, maka yang termasuk kelompok “dalam melaksanakan sesuatu” adalah jenis kesabaran yang pertama, sedangkan yang termasuk dalam kelompok “dalam meninggalkan sesuatu” adalah jenis kesabaran yang kedua dan ketiga. Masuknya jenis kesabaran kedua dalam kelompok terakhir adalah jelas, karena itu merupakan penahanan diri dalam meninggalkan perbuatan maksiat terhadap Allah, sedangkan masuknya sabar jenis ketiga karena merupakan penahanan diri untuk tidak bersedih dan tidak marah ketika menerima taqdir Allah yang menyakitkan.

Adapun motivator sabar terdapat dalam ungkapan definisi kami yang berbunyi “Untuk mencari keridhaan Allah”, Allah berfirman:

ولربك فاصبر

“Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” (Al-Muddatstsir: 7).

Dengan demikian, kesabaran yang motivasinya bukan untuk mencari keridhaan Allah tidak berpahala dan tidak pula terpuji, Allah Subhaanahu Wata'aala telah memberi pujian kepada orang-orang berakal yang di antara sifat-sifat mereka adalah seperti yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya:

والذين صبروا ابتغاء وجه ربهم وأقاموا الصلاة وأنفقوا مما رزقناهم سرا وعلانية

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.” (Ar-Ra’d: 22).

Nash ini menunjukkan pada suatu hakekat yang amat penting, yaitu bahwa akhlak yang harus disikapi oleh seorang Mu’min adalah akhlak yang berlandaskan kepada ketuhanan, bukan berlandasan situasi dan kondisi ataupun materi, melainkan ketuhanan, baik ditinjau dari segi sumber kewajiban menerapkan akhlak itu atau dari segi motivator yang mendorong untuk menyandangnya. Dengan demikian akhlak seorang Mu’min tidak dipengaruhi oleh pengawasan manusia, ada atau tidak adanya pengawasan manusia tidak mempengaruhinya dalam bersikap baik, bahkan sikap baik akan selalu dikerjakan oleh seorang Mu’min di setiap waktu dan keadaan, karena ia selalu dalam pengawasan Tuhan dan karena keridhaan Allah adalah motifnya.

Urgensi Sabar

Sabar adalah akhlak yang amat nyata dan paling banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, bahkan telah disebutkan lebih dari seratus kali. Hal itu tidak lain karena sabar merupakan poros sekaligus asas dari segala macam akhlak baik, karena itulah setiap kali anda menelusuri kebaikan atau keutamaan maka anda akan menemukan bahwa asas dan landasannya adalah sabar; ‘Iffah (menjaga kesucian diri), adalah sabar untuk menahan diri dari syahwat kemaluan dan menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan. Kemuliaan jiwa adalah sikap sabar dengan menahan diri dari syahwat perut. Menyimpan rahasia adalah sabar dengan menahan diri dalam menampakkan sesuatu yang tidak baik untuk ditampakkan yang berupa pembicaraan. Zuhud (tidak suka pada keduniawian) adalah sabar untuk menahan diri terhadap kehidupan yang berlebihan. Qana’ah (merasa puas dengan apa yang dimiliki) adalah sabar dengan menahan diri untuk merasa puas dengan apa yang dimiliki. Hilm (lemah lembut) adalah sabar dengan menahan diri dari sesuatu yang dapat membangkitkan amarah. Waqar (bersikap tenang) adalah sabar untuk tidak tergesa-gesa dan tidak kurang akal. Berani adalah bersabar dengan menahan diri dari sesuatu yang mengajak untuk melarikan diri. Pemaaf adalah sabar dengan menahan diri untuk tidak melakukan balas dendam. Pemurah adalah sabar dengan menahan diri untuk tidak memenuhi panggilan kekikiran. Semangat adalah sabar dengan menahan diri dari sesuatu yang mengajak pada kelemahan atau kemalasan.

Ini menunjukkan saling berkaitannya faktor-faktor pengukuh agama yang kesemuanya bersumbu pada kesabaran, hanya saja namanya berbeda-beda namun memiliki makna yang sama. Seorang yang cerdik adalah orang yang memandang sesuatu pertama kali pada hakekatnya dan makna yang terkandung di dalamnya, kemudian pandangan itu ia alihkan kepada nama dari sesuatu itu, karena hakekat dan makna yang terkandung adalah pokok, sedangkan nama hanyalah cabang, dan barangsiapa yang mencari pokok dari cabangnya maka ia akan tergelincir.

Dari sini dapat kita ketahui, mengapa Al-Qur’an mengkaitkan kemenangan hanya dengan sabar sebagaimana firman-Nya:

وجزاهم بما صبروا جنة وحريرا

“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera.” (Al-Insan: 12).

أولئك يجزون الغرفة بما صبروا ويلقون فيها تحية وسلاما

“Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam Surga) karena kesabaran mereka, dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.” (Al-Furqan: 75).

سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار

“(Sambil mengucapkan):”Salamun ‘alaikumbima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Ar-Ra’d: 24).

Dan dapat pula kita pahami di sini bahwa perhatian besar Al-Qur’an pada sikap sabar ini karena besarnya nilai sabar dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Sabar bukanlah sikap baik yang dinomor duakan, melainkan termasuk kebutuhan yang lazim, yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, maka tidak ada keberhasilan di dunia, tidak ada pertolongan dan keteguhan kecuali dengan kesabaran.

Tidak ada keberuntungan di akhirat, tidak pula kemenangan dan keselamatan kecuali dengan kesabaran. Seandainya tidak ada kesabaran pada seorang petani, pelajar, tentara dan lain-lainnya, tentulah tidak akan berhasil mencapai apa yang mereka tuju.

Seorang penyair menyebutkan :
“Tidaklah orang yang bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu yang diusahakannya dan disertai pula dengan kesabaran, kecuali ia pasti akan meraih keberhasilan”.

Penyair lainnya menyebutkan :
“Janganlah sekali-kali engkau berputus asa walaupun harus menempuh masa yang panjang, jika engkau meminta pertolongan dengan sikap sabar, pasti kau akan menemukan jalan keluarnya. Berperilakulah seperti orang yang sabar saat mengejar tujuannya, laksana pengetuk pintu yang terus menerus mengetuk.”

Dan jika demikian halnya dalam urusan dunia maka dalam urusan akhirat sikap sabar lebih dibutuhkan dan lebih ditekankan. Abu Thalib Al-Makky berkata: “Ketahuilah bahwa sabar adalah sebab masuknya seseorang ke dalam Surga, dan sebab selamatnya seseorang dari siksa api Neraka, sebab telah disebutkan dalam suatu hadits:

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ.

“Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang dibenci, sementara Neraka dikelilingi dengan berbagai macam syahwat.” [Diriwayatkan oleh Muslim dengan lafazh seperti ini dalam bab Sifatul Jannah No. 2822 yang diriwayatkan dari Anas, dan hadits ini juga telah disebutkan dalam Ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah]

Maka seorang Mu’min membutuhkan kesabaran dalam menjauhi perbuatan yang tidak disukai agar dapat masuk Surga, dan membutuhkan kesabaran untuk meninggalkan perbuatan maksiat agar selamat dari api Neraka. [Quut Al-Quluub, 1/200]

Ia juga mengatakan: “Ketahuilah bahwa kebanyakkan dosa yang dilakukan manusia adalah pada dua hal, yaitu: sedikitnya kesabaran terhadap apa yang mereka cintai dan sedikitnya kesabaran terhadap apa yang mereka benci”. [Quut Al-Quluub, 1/199]

Jika demikian halnya kedudukan sabar terhadap setiap manusia, maka orang-orang yang beriman adalah yang paling besar kebutuhannya terhadap kesabaran, karena mereka selalu manghadapi berbagai macam ujian dan cobaan dalam kehidupan mereka di dunia ini, Allah berfirman:

الم (1) أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون (2) ولقد فتنا الذين من قبلهم فليعلمن الله الذين صدقوا وليعلمن الكاذبين (3)

“Alif laaf miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan; ‘Kami telah beriman’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut: 1-3).

Dan berfirman pula Allah Subhaanahu Wata'aala:

أم حسبتم أن تدخلوا الجنة ولما يأتكم مثل الذين خلوا من قبلكم مستهم البأساء والضراء وزلزلوا حتى يقول الرسول والذين آمنوا معه متى نصر الله ألا إن نصر الله قريب

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu, mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah”. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah: 214).

Penekanan akan pentingnya sabar lebih ditekankan lagi pada firman Allah yang berbunyi:

لتبلون في أموالكم وأنفسكم ولتسمعن من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم ومن الذين أشركوا أذى كثيرا وإن تصبروا وتتقوا فإن ذلك من عزم الأمور

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Ali Imran: 186).

Ayat ini menerangkan bahwa komponen-komponen kekufuran dengan berbagai jenisnya telah bersatu untuk mengadakan perlawanan terhadap Islam, dan ayat ini menerangkan pula tentang strategi yang harus dilakukan kaum Mukminin dalam menghadapi itu dengan bersikap sabar yang dipadukan dengan ketakwaan. Jadi, sikap sabar saja tidaklah cukup sehingga mereka padukan sikap kesabaran itu dengan taqwa mereka kepada Allah, yaitu dengan cara memelihara diri mereka dari membalas permusuhan dengan menggunakan cara-cara mereka yang keji, tidak memperlakukan musuh dengan cara yang hina, maka kaum Mu’minin hendaknya tidak membalas tipu daya dengan tipu daya pula, karena orang-orang yang beriman itu memiliki kepribadian yang mulia dalam keadaan damai ataupun perang, dalam keadaan susah ataupun senang. Kemudian ayat ini menerangkan bahwa gangguan yang seringkali datang dari golongan kafir adalah bersifat gangguan yang didengar atau provokasi, dan itu sangat banyak. Maka sudah menjadi keharusan bagi kaum Muslimin untuk tetap bersikap tegar dan mantap dalam mendengarkan isu, provokasi, gosip, berita bohong dan hal sejenis lainnya yang datang dari orang-orang kafir hingga datang pertolongan Allah kepada mereka.

Para Utusan Allah shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada mereka semua adalah golongan orang beriman yang paling membutuhkan kesabaran, karena mereka adalah orang-orang yang meluruskan landasan hidup dengan da’wah dan mengusahakan perubahan pada manusia, yang mana dalam usaha tersebut terkadang di antara mereka harus menghadapi sekelompok umat manusia yang keras kepala dan mendustakannya bahkan melawannya, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ

“Manusia yang paling besar cobaannya adalah para nabi, kemudian yang setara kemudian yang setara.”

Semakin hebat keras kepala mereka dan semakin jauh kesesatan mereka, maka semakin besar pula kebutuhan nabi yang diutus kepada mereka akan kesabaran, seperti halnya para Ulul ‘Azmi; Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad, semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada mereka semua.

Perintah Allah kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam untuk bersabar adalah banyak sekali disebutkan di dalam Al-Qur’an, hal itu karena da’wah yang dilakukan oleh Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah da’wah yang bersifat universal, yaitu untuk menda’wahi seluruh umat manusia di permukaan bumi ini. Dengan demikian musuh-musuh yang menentang da’wah beliau adalah lebih banyak, maka kebutuhan seorang pemimpin da’wah akan kesabaran adalah sangatlah besar. Beliau telah menghadapi berbagai macam penderitaan dalam melaksanakan da’wah, baik penderitaan jasmani, rohani, materi, maupun penderitaan lainnya. Akan tetapi semua penderitaan itu berhasil beliau atasi dengan kesabaran yang Allah perintahkan kepada beliau pada dua puluh tempat dalam Al-Qur’an. Semua perintah bersabar itu terjadi pada masa kehidupan beliau di Mekkah sebelum hijrah, karena masa itu adalah masa yang penuh dengan ujian, cobaan, kelemahan dan di bawah bayangan kekuasaan orang-orang kafir. Di antara firman Allah yang ditujukan kepada beliau yang berkenaan dengan sabar adalah:

تلك من أنباء الغيب نوحيها إليك ما كنت تعلمها أنت ولا قومك من قبل هذا فاصبر إن العاقبة للمتقين

“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Huud: 49).

واصبر وما صبرك إلا بالله ولا تحزن عليهم ولا تك في ضيق مما يمكرون

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (An-Nahl: 127).

واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي يريدون وجهه ولا تعد عيناك عنهم تريد زينة الحياة الدنيا

“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini.” (Al-Kahfi: 28).

Allah Subhaanahu Wata'aala berfirman dalam surat Ath-Thuur yang mengandung hikmah besar dan mengandung unsur pendidikan berkenaan dengan sikap sabar:

واصبر لحكم ربك فإنك بأعيننا وسبح بحمد ربك حين تقوم

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabbmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji tuhanmu ketika kamu bangun berdiri.” (Ath-Thuur: 48).

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan beliau untuk bersabar dalam menunggu ketetapan Allah, karena sesungguhnya Allah tidak menetapkan sesuatu kecuali dengan benar dan penuh keadilan, dalam ayat ini Allah berfirman:
“Maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami”.

Dengan menggunakan kata “Kami” untuk menambah keteguhan dan kemantapan pada diri beliau sehingga semakin besar pula rasa belas kasih Allah kepada beliau, sedangkan yang diungkapkan kepada Nabi Musa Allah berfirman:

ولتصنع على عيني

“Dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Thaha: 39).

Sebab barangsiapa yang berada dalam pengawasan dan pemeliharaan Allah, maka tidak akan luput dan tidak akan terkalahkan.

Kemudian pada ayat yang sama Allah memerintahkan beliau untuk bertasbih, juga dalam sejumlah ayat lainnya yang menyertai perintah untuk bersabar, mungkin rahasia yang tersembunyi dalam perintah ini adalah: Bahwa bertasbih akan mendatangkan kesejukan jiwa pada manusia sehingga pahitnya kesabaran akan berubah menjadi manis. Dalam bertasbih dan bertahmid terkandung dua makna luhur yang harus diperhatikan oleh orang yang tertimpa cobaan, yaitu:

  • Mensucikan Allah Subhaanahu Wata'aala dengan berkeyakinan bahwa Allah tidak mungkin melakukan perbuatan yang sia-sia, semua perbuatan atau ketentuan Allah adalah untuk suatu kebijaksanaan yang sempurna, dan cobaan yang diberikan kepada manusia adalah bagian dari kebijaksanaan-Nya.

  • Bahwa sesungguhnya setiap kesulitan yang Allah berikan kepada manusia adalah untuk menuju kesenangan, dan dalam setiap cobaan pasti akan ada kenikmatan. Maka sudah selayaknya semua itu untuk tetap diingat, disyukuri dan disertai pujian, mungkin inilah rahasia dipadukannya tasbih dengan tahmid.

Sedangkan firman-Nya yang berbunyi: “Tuhanmu”, adalah merupakan pernyataan Allah tentang sempurnanya pendidikan kepada Rasul-Nya dan betapa besarnya perhatian Allah kepada beliau.

Hukum Bersabar

Secara umum, sabar hukumnya wajib berdasarkan beberapa alasan berikut:

  • Perintah Allah untuk bersabar terdapat di lebih dari seratus tempat dalam Al-Qur’an, di antaranya Allah berfirman:

    واستعينوا بالصبر والصلاة

    “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.” (Al-Baqarah: 45)

    Dan Allah berfirman:

    اصبروا وصابروا

    “Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu.” (Ali Imran: 200).

  • Allah melarang untuk melakukan sikap yang bertentangan dengan sikap sabar sebagaimana dalam firman-Nya:

    فلا تولوهم الأدبار

    “Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).” (Al-Anfal: 15)

    dan firman-Nya:

    ولا تبطلوا أعمالكم

    “Dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (Muhammad: 33).

    ولا تهنوا ولا تحزنوا

    “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati.” (Ali Imran: 139)

    فاصبر كما صبر أولوا العزم من الرسل ولا تستعجل لهم

    “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (Al-Ahqaf: 35).

  • Bahwa Allah, menjadikan kebaikan di dunia dan di akhirat amat bergantung pada sikap sabar, jika demikian halnya maka sikap sabar adalah suatu kewajiban.

    Sedangkan jika bersabar itu dirinci maka hukumnya adalah sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Ibnu Al-Qayyim berdasarkan pada sesuatu yang harus disabari, yaitu: wajib bersabar terhadap hal-hal yang diwajibkan, wajib bersabar terhadap hal-hal yang diharamkan, sunnah bersabar terhadap hal-hal yang dimakruhkan, makruh bersabar terhadap hal-hal yang disunnahkan, Sunnah bersabar terhadap hal-hal yang disunnahkan dan makruh bersabar terhadap hal-hal yang dimakruhkan. Di antara ayat yang menunjukkan bahwa bersabar terkadang tidak diharuskan adalah firman-Nya:

    وإن عاقبتم فعاقبوا بمثل ما عوقبتم به ولئن صبرتم لهو خير للصابرين

    “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (An-Nahl: 126).

    Maka bersabar dalam menghadapi keburukan dengan keburukan yang serupa bukanlah suatu kewajiban melainkan kesabaran yang disunnahkan.

    Allah Subhaanahu Wata'aala telah memerintahkan kepada kaum Mu’minin untuk shabr (bersabar), mushabarah (mengkuatkan kesabaran) dan murabathah (bersiap siaga), maka Allah berfirman:

    يا أيها الذين آمنوا اصبروا وصابروا ورابطوا واتقوا الله لعلكم تفلحون

    “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Ali Imran: 200).

    Al-Mushabarah mengandung pengertian dari dua arah, di sini artinya, mengalahkan musuh dalam kesabaran, yaitu jika kita bersabar pada kebenaran yang kita miliki maka sesungguhnya orang-orang musyrik bersabar pada kebatilan mereka, karena itu kita harus mengalahkan mereka dengan memperkuat kesabaran kita. Kemudian kita diperintahkan dengan bersiap siaga berdasarkan kesabaran yang telah dikuatkan itu dan mempertahankannya, hal ini untuk merealisasikan apa yang telah dijanjikan Allah hingga kemenangan berada di pihak kita, maka tampaklah dalam ayat ini peralihan perintah dari yang ringan kepada perintah yang lebih tinggi. Maka perintah “bersabar”, adalah terhadap dirimu sendiri, sedangkan “mengkuatkan kesabaran”, adalah antara dirimu dan musuhmu, dan “bersiap siaga”, adalah pemantapan diri serta mempersiapkan persiapan. Dan sebagaimana pentingnya jasmani dalam mempersiapkan kekuatan untuk menangkal serangan musuh, maka yang lebih penting lagi adalah mempersiapkan kekuatan hati untuk menangkal serangan syaitan agar syaitan tidak menguasai kita, atau mengganggu kita dengan berbagai macam tipu dayanya. Terkadang seorang hamba telah bersabar tetapi tidak mengkuatkan kesabarannya itu, terkadang pula seorang hamba telah menguatkan sabar dan tidak bersiap siaga, dan terkadang telah bersabar dan menguatkan kesabaran serta bersiap siaga namun tanpa disertai ketaqwaan, maka pada ayat ini Allah mengkhabarkan bahwa untuk melakukan semua itu haruslah disertai dengan taqwa.


Tingkatan-tingkatan Sabar

Ada dua macam sabar, yaitu: Jasmani dan Rohani, masing-masing memiliki dua bagian yaitu: yang bersifat Ikhtiari (bisa dihindari) dan yang bersifat Idhthirari (tidak bisa dihindari), dengan demikian tingkatan sabar itu terbagi menjadi empat tingkatan, yaitu:

  • Sabar Jasmani Ikhtiari, seperti bersabar dalam melakukan pekerjaan yang berat.

  • Sabar Jasmani Idhthirari, seperti bersabar dalam menghadapi penyakit.

  • Sabar Rohani Ikhtiari, yaitu bersabar diri untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak baik menurut logika dan juga tidak baik menurut syari’at.

  • Sabar Rohani Idhthirari, seperti bersabar diri terhadap hilangnya sesuatu atau seseorang yang amat dicintainya.

Binatang turut serta bersama manusia dalam menghadapi dua macam kesabaran Idhthirari, akan tetapi menusia mempunyai keistimewaan daripada binatang dalam menghadapi dua macam kesabaran Ikhtiari.

Sabar Ikhtiari lebih sempurna daripada sabar Idlthirari, karena sabar Idhthirari akan dialami oleh setiap manusia, berbeda dengan sabar Ikhtiari yang tidak semua manusia mesti mengalaminya. Maka dari itu, kesabaran Nabi Yusuf untuk menahan diri ketika dirayu oleh isteri al-Aziz, dan kesabarannya untuk menerima hukuman penjara adalah kesabaran yang lebih besar daripada kesabarannya ketika beliau menerima perlakuan saudara-saudaranya yang memasukkannya ke dalam sebuah sumur dan memisahkan dirinya dari ayahnya serta menjualnya seharga seorang budak. Di antara kesabaran Ikhtiari adalah kesabaran beliau (Yusuf ‘alaihis salam), ketika Allah memberikan kemuliaan dan kemantapan kepadanya dengan menjadi raja, jabatan raja yang ia miliki itu ia kendalikan untuk taat kepada Allah serta tidak menjadikan dirinya sombong dan takabur.

Begitu juga dengan kesabaran yang dilakukan oleh Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, karena sesungguhnya kesabaran mereka adalah dalam rangka melakukan dakwah kepada Allah Subhaanahu Wata'aala, dalam rangka berjuang melawan musuh-musuh Allah, oleh karena itu, mereka dinamakan dengan sebutan Ulul Azmi, artinya yang memiliki kesabaran besar, dan karena itu pula Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam untuk bersabar seperti kesabaran mereka dalam firman-Nya:

فاصبر كما صبر أولوا العزم من الرسل ولا تستعجل لهم

“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar.” (Al-Ahqaf: 35).

Dan Allah melarang beliau untuk melakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh orang yang ada dalam perut ikan, yaitu Nabi Yunus ‘alaihis salam, yang tidak sabar dalam menghadapi kaumnya, yang mana saat itu beliau pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah sebelum diizinkan Allah, sebagaimana firman-Nya:

فاصبر لحكم ربك ولا تكن كصاحب الحوت إذ نادى وهو مكظوم

“Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Rabbmu, dan janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).” (Al-Qalam: 48).

Maka berdasarkan inilah kisah Syafa’at pada hari Kiamat beredar, yang mana para Ulul Azmi dimintai syafa’atnya, akan tetapi syafa’at itu hanya bisa diberikan oleh yang terbaik dan yang paling sabar di antara mereka, yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Ketahuilah bahwa kesabaran yang berhubungan dengan tanggung jawab baik kesabaran untuk melakukan ketaatan, atau untuk meninggalkan dosa, adalah lebih baik daripada kesabaran yang berhubungan dengan taqdir, karena kesabaran yang berhubungan dengan taqdir ini akan dialami oleh orang baik dan orang jahat, oleh orang beriman dan orang kafir, setiap manusia dituntut untuk bersikap sabar terhadap taqdir baik dengan sabar Ikhtiari ataupun dengan sabar Idhthirari. Sedangkan sabar terhadap perintah dan larangan adalah kesabaran yang dilakukan oleh pengikut para rasul, dan bersabar untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan adalah lebih baik daripada bersabar untuk meninggalkan sesuatu yang dilarang, karena melakukan perbuatan yang diperintahkan adalah lebih baik daripada meninggalkan perbuatan yang dilarang, dan bersabar terhadap sesuatu yang lebih dicintai di antara dua hal adalah kesabaran yang lebih tinggi dan lebih utama.

Selasa, 26 Oktober 2010

Quantum learning

Quantum Learning

Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria.

quantum learning

Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.

Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.

Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992)

Selanjutnya Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”. Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/permainan.

Beberapa hal yang penting dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”. Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan tepukan.”

Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat). Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”. Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.

Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri.

Dari proses inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”

Dalam kaitan itu pula, antara lain, quantum learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar.

Penataan lingkungan belajar ini dibagi dua yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi). Quantum learning menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya konsentrasi siswa.

Lingkungan makro ialah “dunia yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi baru,” tulis Porter. Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi. Selain itu, berinteraksi dengan masyarakat juga berarti mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan menciptakan peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri dalam melakukan perubahan. Mereka tidak boleh terbenam dengan situasi status quo yang diciptakan di dalam lingkungan mikro. Mereka diminta untuk melebarkan lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru. Pengalaman mendapatkan sesuatu yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman dan merasa dihargai” dari siswa.

Sumber : Septiawan Santana Kurnia, Quantum Learning bagi Pendidikan Jurnalistik: (Studi pembelajaran jurnalistik yang berorientasi pada life skill); on line : Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan www.depdiknas.go.id

CTL

Pembelajaran Kontekstual

Oleh : Depdiknas

A. Latar belakang

pembelajaran kontekstualAda kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil

Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual

B. Pemikiran tentang belajar

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar

  • Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
  • Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
  • Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
  • Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
  • Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
  • Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
  • Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar

  • Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
  • Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
  • Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

  • Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
  • Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
  • Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
  • Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

  • Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
  • Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
  • Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
  • Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

  1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
  2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

Kontekstual

  1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
  2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
  3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
  4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
  5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
  6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
  7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
  8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
  9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
  10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
  11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
  12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
  13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
  14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Tradisional

  1. Menyandarkan pada hapalan
  2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
  3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
  4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
  5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
  6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
  7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
  8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
  9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
  10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
  11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
  12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
  13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
  14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya

  1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
  2. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  3. Ciptakan masyarakat belajar.
  4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
  5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
  6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme

  • Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
  • Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. Inquiry

  • Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
  • Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3. Questioning (Bertanya)

  • Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
  • Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)

  • Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
  • Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
  • Tukar pengalaman.
  • Berbagi ide

5. Modeling (Pemodelan)

  • Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
  • Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. Reflection ( Refleksi)

  • Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
  • Mencatat apa yang telah dipelajari.
  • Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)

  • Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
  • Penilaian produk (kinerja).
  • Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

  • Kerjasama
  • Saling menunjang
  • Menyenangkan, tidak membosankan
  • Belajar dengan bergairah
  • Pembelajaran terintegrasi
  • Menggunakan berbagai sumber
  • Siswa aktif
  • Sharing dengan teman
  • Siswa kritis guru kreatif
  • Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
  • Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

I. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

  1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
  2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
  3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
  4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
  5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

Teori Belajar

Teori-Teori Belajar

oleh : Akhmad Sudrajat

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar gestalt.

Teori-Teori Belajar

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

  • Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  • Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  • Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
  • Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  • Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  • Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

  1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

  1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

  1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
  2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
  3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
  4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

  1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
  3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
  4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Teori Konstruktivisme

Teori Belajar Konstruktivisme

Oleh: Hamzah*)

A. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme

 Teori BelajarKONSTRUKTIVISMESalah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

B. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

*) Dr. Hamzah, M.Ed. adalah dosen pada FMIPA Universitas Negeri Makassar

Remedial dalam KTSP

Pembelajaran Remedial dalam KTSP

Pembelajaran Remedial dalam KTSPDalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut pasti dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah belajar. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran remedial atau perbaikan.

B. Hakikat Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas 22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.

Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer, multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik.

Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial.

C.Prinsip Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:

1. Adaptif

Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.

2. Interaktif

Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.

3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian

Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin

Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik.

5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan

Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.

D. Pelaksanaan Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial.

1. Diagnosis Kesulitan Belajar

a. Tujuan

Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.

  • Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik yang kurang perhatian di saat mengikuti pembelajaran.
  • Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang mengalami gangguan belajar yang berasal dari luar diri peserta didik, misalnya faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dsb.
  • Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang mengalami ketunaan pada diri mereka, misalnya tuna rungu, tuna netra¸tuna daksa, dsb.

b. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb.

  • Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan.
  • Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.
  • Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik.
  • Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik.

2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Remedial

Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain:

  • Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat.
  • Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual. Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan.
  • Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus. Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Peserta didik perlu diberi latihan intensif (drill) untuk membantu menguasai kompetensi yang ditetapkan.
  • Pemanfaatan tutor sebaya. Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab.

3. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Remedial

Terdapat beberapa alternatif berkenaan dengan waktu atau kapan pembelajaran remedial dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul, apakah pembelajaran remedial diberikan pada setiap akhir ulangan harian, mingguan, akhir bulan, tengah semester, atau akhir semester. Ataukah pembelajaran remedial itu diberikan setelah peserta didik mempelajari SK atau KD tertentu? Pembelajaran remedial dapat diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu. Namun karena dalam setiap SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik untuk melaksanakan pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu. Mengingat indikator keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan dalam mencapai SK yang terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial dapat juga diberikan setelah peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari beberapa KD. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SK merupakan satu kebulatan kemampuan yang terdiri dari beberapa KD. Mereka yang belum mencapai penguasaan SK tertentu perlu mengikuti program pembelajaran remedial.

Hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi melalui penilaian diperoleh dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses diperoleh melalui postes, tes kinerja, observasi dan lain-lain. Sedangkan penilaian hasil diperoleh melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.

Adaptasi dan disarikan dari :

Depdiknas. 2008. Sistem Penilaian KTSP: Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Remedial